Kamis, 28 April 2011

SEMANTIK

Semantik yang berasal dari bahasa Yunani , mengandung makna to signify  atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian "studi tentang makna". Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari Linguistik. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa (a) bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu, (b) lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan tertentu, dan (c) seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu (Palmer,1981 : 5)

SEJARAH SEMANTIK

Aristoteles, sebagai pemikir Yunani yang hidup pada masa 384-322 SM, adalah pemikir pertama yang menggunakan istilah "makna" lewat batasan pengertian kata yang menurut Aristoteles adalah satuan terkecil yang mengandung makna". Dalam hal ini Aritoteles juga telah mengungkapkan bahwa makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom, serta makna kata yang hadir akibat terjadinya hubungan gramatikal. (Ullman, 1977: 33). Bahkan Plato (429-347 SM) dalam Cratylus mengungkapkan bahwa bunyi-bunyi bahasa itu secara implisit mengandung makna makna tertentu.
Hanya saja memang, pada masa itu batas antara etimologi, studi makna, maupun studi makna, belum jelas.
Pada tahun 1825, seorang berkebangsaan Jerman, C. Chr. Reisig, mengemukakan konsep baru tentang grammar yang menurut Reisig meliputi tiga unsur utama, yakni (1) Semasiologi, ilmu tentang tanda, (2) Sintaksis, studi tentang kalimat serta (3) Etimologi, studi tentang asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna. Pada masa ini Semantik belum digunakan meskipun studi tantangnya sudah dilaksanakan. Sebab itulah, masa tersebut oleh Ullama tersebut sebagai masa pertama pertumbuhan yang di istilahkannya dengan underground period
Masa kedua pertumbuhan semantik telah ditandai oleh kehadiran karya Michel Breal (1833), seorang kebangsaan prancis, lewat artikelnya berjudul "Les Lois Intellectulles du Langage". Pada masa itu, meskipun Breal dengan jelas telah menyebutkan semantik sebagai bidang baru dalam keilmuan , dia seperti halnya Reisig, masih menyebut semantik sebagai ilmu yang murni-historis. Dengan kata lain, studi semantik masa itu lebih banyak berkaitan dengan unsur-unsur bahasa itu sendiri, misalnya bentuk perubahan makna, latar belakang perubahan makna, hubungan makna dengan logika, psikologi maupun sejumlah kreteria lainnya. Karya Klasik Breal dalam bidang semantik pada akhir abad ke-19 itu adalah Essai de Semantque.
Masa pertumbuhan ketiga pertumbuhan studi tentang makna di tandai dengan pemunculan karya filolog Swendia, yakni Gustaf Stren. berjudul Meaning and Change of Meaning, with Special Reference to the English Language (1931). Stern, dalam kajian itu sudah melakukan studi makna secara empiris dengan bertolak dari satu bahasa, yakni bahasa Inggris. Beberapa puluh tahun sebelum kehadiran karya stern itu, di Jenewa telah diterbitkan kumpulan bahan kuliah seorang pengajar bahasa yang sangat menentukan arah perkembangan linguistik berikutnya, yakni buku Cours de Linguistique Generalle (1916), karya Ferdinand de Saussure.
Terdapat dua konsep baru yang ditampilkan Saussure dan merupak revolusi dalam bidang teori dan penerapan stido kebahasaan. Kedua konsep itu adalah (1) Linguistik pada dasarnya merupakan studi kebahasaan yang berfokus pada keberadaan bahasa itu pada waktu tertentu sehingga studi yang dilaksanakan haruslah menggunakan pendekatan sinkronis atau studi yang bersifat deskriptis. Sedangkan studi tentang sejarah dan perkembangan suatu bahasa adalah kajian kesejarahan yang menggunakan pendekatan diakronis, (2) bahasa merupakan suatu geslalt atau suatu suatu totalitas yang di dukung oleh berbagai elemen, yang elemen satu dengan yang lain mengalami saling kebergantungan dalam rangka membangun keseluruhannya. Wawasan kedua ini, pada sisi lain juga menjadi akar paham Linguistik struktural.
 Tokoh yang secara sungguh-sungguh berusaha mengadaptasikan pendapat saussure itu dalam bidang semantik adalah Trier's. Salah satu teori profesor berkebangsaan Jerman tersebut adalah Teori Medan Makna. Dengan beradaptasinya teori Saussure dalam bidang semanti, maka dalam perkembangan berikutnya kajian semantik memiliki ciri (1) meskipin semantik masih bahas masalah perubahan makna, pandangan yang bersifat historis sudah ditinggalkan karena kajian yang dilakukan bersifat deskriptif serta (2) struktur dalam kosakata mendapat perhatian dalam kajian sehingga dalam kongres para linguis di Oslo (1957) maupun di Cambridge (1962), masalah "semantik struktural" merupakan salah satu masalah yang hangat dibicarakan (Ullman, 1977 :8 ) 

SEMANTIK DAN DISIPLIN ILMU LAINNYA.
Bahasa pada dasarnya merupakan sesuatu yang khas di miliki manusia. Ernst Cassirer dalam ini menyebut manusia sebagai animal syimbolicum, yakni makhluk yang menggunakan media berupa simbuk kebahasaan dalam memberi arti dan mengisi kehidupannya.
Dari adanya kenyataan itu, dapat dimaklumi bila bahasa bagi manusia memiliki fungsi yang cukup kompleks dan beragam,seperti di ungkapkan Halliday, bahasa selain memiliki fungsi 
1. Insrumental, alat untuk memenuhi kebutuhan material,
2. Regulatory, mengatur dan mengontrol prilaku individu yang satu dengan yang lain dalam suatu hubungan sosial.
3. Interaksional, menciptakan jalinan hubungan antara individu yang satu dengan yang lain maupun kelompak yang lain.
4. Personal, media identifikasi dan ekspresi diri,
5. Heuristik, untik menjajahi, mempelajari, memahami dunia sekitar,
6. Imajinasi, mengkreasikan dunia dalam kesadaran dunia batin seseorang.
7. Informatif, media penyampai pesan dalam kegiatan komunikasi, juga dapat difungsikan untuk menafsirkan dan memahami keseluruhan pengalaman batin seseorang, meredusikan kembali keseluruhan batin seseorang sejalan dengan tedapatnya berbagai fenomena di dunia sekitar, meyertai proses kesadaran batin , mengatur sejumlah fenomena dalam berbagai klas katagori sesuai dengan jenis objek, ciri proses maupun lakuan, bentuk masyarakat dan institutsi dan sebagainya. (Halliday, 1978: 21) 
Dari terdapat sejumlah fungsi bahasa diatas, dapat di maklumi apabila sematik juga memiliki hubungan dengan sejumlah displin ilmu lain. Tiga displin ilmu yang dimiliki hubungan erat dengan semantik juga memiliki hubungan erat dengan semantik maupun linguistik pada umumnya adalah (1) filsafat , (2) psikologi, dan (3) antropologi.
  
SEMANTIK & FILSAFAT 

Filsafat sebagai studi tentang kearifan, pengetahuan, hakikat realitas maupun prinsip, memiliki hubungan sangat erat dengan semantik. Hal ini terjadi karena dunia fakta yang menjadi objek perenungan adalah dunia simbolik
yang terwakili dalam bahasa. 
Bahasa sehari-hari yang biasa digunakan,misalnya, bila dikaitkan dengan kegiatan filsafat, mengandung kelemahan antara lain dalam hal :
1. Vagueness
2. Inexplicitness
3. Ambiguity
4. Context- dependence
5. Misleadingness 
(Alston, 1964: 6) 

Bahasa memiliki sifat vagueness karena makna yang terkandung didalam suatu bentuk kebahasaan pada dasarnya hanya mewakili realitas yang diacunya. 
Penjelasan secara verbal tentang aneka warna bunga mawar., tidak akan setepat dan sejelas dibandingkan dengan bersama sama mengamati secara langsung aneka warna bunga mawar. Ambiguity berkaitan dengan ciri ketaksaan makna dari suatu bentuk kebahasaan.Selain berfungsi simbolik, bahasa juga memiliki fungsi emotif dan efektif. Selain itu adanya sinonimi, hiponimi, maupun polisemi juga menjadi faktor penyebab kesamaran dan ketaksaan makna. 
Akibat dari kekaburan dan ketaksaan makna adalah terjadinya inexplicitness, sehingga bahasa sering kali tidak mampu secara eksak, tepat dan menyeluruh mewujudkan gagasan yang direpresentasikannya. Selain itu pemakaian suatu bentuk sering kali berpindah-pindah maknanya sesuai dengan konteks gramatikal, sosial , serta konteks situasional dalam pemakaian, sehingga juga mengalami context-dependent. 
Keberadaan bahasa sebagai sesuatu yang khas milik manusia menjadi media, pengembangan pikiran manusia bagi para filsuf Yunani juga digunakan untuk merumuskan ciri-ciri manusia. Istilah animal rationale misalnya, dalam bahasa Yunani berpangkal dari logon ekhoon yang mengandung makna "dilengkapi dengan tutur kata dan akal budi (Peursen,1980: 4). Peursen juga menjelaskan makna "isyarat", "perbuatan", inti sesuatu", "cerita", "kata maupun sususan kata". Dari sejumlah fitur sematis itu para filsuf Yunani merumuskan pengertian logos sebagai kegiatan menyatakan sesuatu yang didukung oleh sejumlah komponen yang masing-masing komponen tersebut antara yang satu dengan yang lain memiliki hubungan dengan menggunakan kata- kata.
Sematik maupun bahasa pada umumnya memiliki hubungan dengan cabang-cabang filsafat seperti anatologi, epistemologi maupun metafisika, semantik pada akhirnya memiliki hubungan erat dengan logika.  
Sehubungan dengan cabang filsafat yang mengkaji masalah berfikir secara benar, peranan semantik tampak sekali dalam rangka menentukan pernyataan yang benar maupun tidak benar,dengan bertolak dari adanya permis serta kesimpulan yang diberikan. Selain itu, istilah seperti predikat maupun proposisi, misalnya adalah istilah  seperti yang lazim digunakan di dalam logika. Bentuk nagasi seperti tidak, konjungsi seperti dan, dengan , disjungsi seperti atau implikasi seperti jika...maka, adalah bentuk-bentuk yang lazim digunakan dalam logika. 

SEMANTIK DAN PSIKOLOGI

Hubungan yang begitu erat antara bahasa dengan aspek kejiwaan manusia, salah satunya ditandai oleh kehadiran displin ilmu yang mengkaji linguistik dari sudut psikologi. Seperti telah dietahui, disiplin ilmu yang dimaksud adalah psikolinguistik. Dalam proses menyusun dan memaham pesan lewat kode kebahasaan, unsur-unsur kejiwaan seperti kesadaran batin, pikiran , asosiasi, maupun pengalaman, jelas tidak dapat diabaikan. 
Seorang filsuf yang juga berpengaruh besar dalam bidang psikologi, Jhon Locke mengungkapkan bahwa pemakaian kata-kata juga dapat diartikan sebagai penanda bentuk gagasan tertentu karena bahasa juga menjadi instrumen pikiran yang mengacu pada suasana maupun realitas tertentu. (Alston, 1964: 22). Keberadan kata-kata yang menjadi penanda bentuk gagasan itu tentunya bukan pada struktur bunyi atau bentuk penulisannya, melainkan pada makna. Kekuatan pengaruh psikologi dalam bidang semantik juga ditandai oleh adanya pengaruh sejumlah aliran dalam psikolog, misalnya behaviorisme, psikologi Gestalt field theory, kognitivisme maupun psikologi humanistik dalam kajian sematik. Pada sisi lain, rangkaian pengaruh filsafat terhadap kajian psikologi itu sendiri tentunya juga tidak dapat diabaikan.
Pendekatan psikolog behaviorisme dalam kajian makna bertolak dari anggapan bahwa makna merupakan bentuk responsi terhadap stimuli yang di peroleh oleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki (Paivio & Begg, 1981: 94). Asosiasi makna dalam hal ini ditentukan oleh bentuk perilaku realitas yang diacu lambang kebahasaan.
Pendekatan psikologi kognitif dalam pengkajian makna dapat dibedakan antara : 
1. Kelompok yang lebih banyah berorientasi pada teori psikologi kognitif
2. Kelompok yang lebih banyak berorientasi pada linguistik.
Salah satu model analisis fitur sematis kata lewat pendekatan psikolog kognitif yang lebih banyak berorientasi pada linguistik, dilaksanakan antara lain dengan cara :
a. Mengidentifikasi sejumlah ciri referen yang diacu oleh kata,
b. Mengidentifikasi kemungkinan adanya hubungan referen suatu kata dengan acuan referen suatu kata dengan acuan referen dalam kata lainnya, serta 
c. Mengidentifikasi  "ciri khusus" setiap kata yang memiliki ciri hubungan acuan referen, sebagai butir yang membedakan fitur sematis kata itu dengan lainnya.

SEMANTIK DAN ANTROPOLOGI

Batas antropologi sengan sosiologi sering kali kabur karena keduanya mengkaji masalah manusia dalam masyarakat. Roger. T Bell, dalam membedakan bentuk kajian kedua displin ilmu itu, menyimpulkan bahwa :
1. Pusat kajain antropologi adalah pada sekelompok masyarakat tertentu,sedangkan sosiologi pada kelompok masyarakat yang lebih luas.
2. antropologi mengkaji perkembangan masyarakat yang realita homogen dengan berbagi karakterisistiknya, sedangkan sosiologi mengkaji proses perkembangan sosial-ekonomi masyarakat yang heterogen. (Bell, 1976:64)
Hubungan semantik dngan fenomena sosial dan kultural pada dasarnya memang sudah selayaknya terjadi. Disebut demikian karena aspek sosial dan kultural sangat berperan dalam menentukan bentuk, perkembangan maupun perubahan makna kebahasaan. Dalam menentukan fungsi dan komponen sematis bahasa, Halliday mengemukakan adanya tiga unsur yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Ketiga unsur itu meliputi :
1. Ideational, yakni isi pesan yang ingin disampaikan
2. Interpersonal, makna yang hadir bagi pemeran dalam persitiwa tuturan, serta
3. Textual, bentuk kebahasaan serta konteks tuturan yang merepresentasikan serta menunjang terwujudnya makna tuturan.
SEMANTIK DAN KESASTRAAN

Sastra sebagai salah satu bentuk kreasi seni, menggunakan bahasa sebagai media pemaparny. Akan tetapi, berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-hari, bahasa dalam karya sastra memiliki kekhassannya sendiri. Di sebut demikian karena bahasa dalam karya sastra merupakan salah satu bentuk idiosyncratic dimana tebaran kata yang digunakan merupakan hasil pengolahan dan ekspresi individual pengarangnya (cf. Lyons, 1979: 108)
Selain itu, sebagai komunikasi tulis, karya sastra juga telah kehilangan identitas sumber tuturan, kepastian referen yang diacu, konteks tutran  yang secara pasti menunjang pesan yang ingin direprensensikan, serta keterbatasan tulisan itu sendiri dalam mewakili bunyi ujaran. 
Kode dalam sastra memiliki 2 lapis yakni :
1. Lapis bunyi atau bentuk
2. Lapis makna
Lapis makna dalam hal ini , masih dapat menjadi beberapa stratum yakni
a. Unit makna literal yang secara tersurat direpresentasikan bentuk kebahasaan yang digunakan. 
b. Dunia rekaan pengarang 
c. Dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu, serta 
d. Lapis dunia atau pesan yang bersifat metafisis 
( cf. Aminuddin, 1984:63)








 












 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar